

Aturan yang perlu dituruti, bilamana dilanggar niscaya mendapatkan petaka, rupanya kamipun menuruti, meskipun informasi “pamali” tidak lagi menjadi bagian hidup masyarakat yang tinggal di kota. Tabu menjadi dongeng jaman yang kian tenggelam oleh budaya global, bahwa hantu pun menjadi selebritis. Tabu inilah yang mengantarkan dusun Kuta dianugerahi Kalpataru, karena telah berhasil mempertahankan hutan dengan luas 40 hektar. Mariono berujar bahwa hutan merupakan titipan, melanjutkan tugas dari leluhur, bahwa Raja Galuh memerintahkan untuk menjaga hutan dari kemusnahan, karena hutan ini kelak menjadi penyangga kerajaan Galuh. Amanat ini menjadi pegangan warga dusun Kuta hingga kini, telah membuktikan bahwa kearifan budaya menuntuk pada kebaikan.
Tua membawa yang muda, yang muda mengiri yang tua, rombongan tersebut mengalir mengikuti langkah Mariono. Sebagian berusaha menenangkan diri setelah bebera kali terpeleset, karena berhati-hati memilih jalan. Tampaknya ia dari kota, terlihat dari penampilannya layaknya masyarakat yang telah kompromi dengan kapitalisme. Dari raut mukanya seakan ia hendak berbicara betapa meringisnya kaki setiap melangkah. Namun lirihnya lenyap ketika setengah perjalanan, hutan lebat menyambutnya hanya hari tertentu saja.
Satu minggu sekali, setiap jumat juru pelihara ini menjadi media untuk berkomunikasi, mengantarkan keinginan, melalui titipan doa Mariono. Dalam perjalanan menuju tempat doa, semua pengunjung diwajibkan untuk membersihkan dirinya dengan cara berwudu di aliran sungai kecil. “silahkan untuk mengambil daun sawen, pilihlah yantua, biarkan yang muda tumbuh” seru Mariono pada rombongan. Rupanya daun ini menjadi media pengingat yang akan dibawa kembali, dan biasanya dipasang di depan pintu rumah sebagai tolak bala. Hutan telah memberikan manfaatnya, bila masyarakat sekitarnya menghargainya, maka air dan habitat fauna tetap menempati sebagai mana mestinya-inilah disebut keseimbangan alam. Jauh sebelum gerakan global warming dihembuskan barat, leluhur kita lebih bijaksana pada alam. ©2013 Deni Sugandi
Leave a Reply