Menelusuri gua Sangianpoék yang dilalui aliran Ci Tarum lama ini sangat menarik, bisa dilakukan siapa saja, karena akses yang dilalui mudah dan singkat. Gua batu gamping ini terletak 200 meter dari PLTA Saguling, Kabupaten Bandung Barat ke arah barat laut, perjalanan ditempuh kurang lebih 15 menit berjalan kaki, melalui bantaran sungai. Bila pada musim kemarau, bisa pula dilalui langsung turun ke sungai. Tiba di dinding gamping pertama, terdapat mulut gua pertama yang ditemui. Pintu masuk ini menghadap ke arah timur laut, bisa dilalui dengan aman, karena ukuran mulut gua mempunyai lebar 2 meter dan tinggi 3 meter. Pergerakan di dalam gua ini dimulai dengan merangkat kemudian bisa berdiri tegak menuju bagian dalam. Kondisi lingkungan relatif kering, namun bisa menjadi aliran sungai, bila aliran Ci Tarum tinggi, terbukti dengan ditemuinya batang pohon yang tersangkut di dalam gua. Bergerak ke bagian dalam masih bisa ditemui beberapa ornamen gua yang masih aktif maupun sudah menjadi fosil. Penelurusan di bagian tengah gua, didapati Micro Gourdam yang membentuk tangga (seperti teras) aliran air dengan ukuran 2 meter lebar dan 5 meter panjang, terletak kurang lebih 10 meter mulut gua luar arah ke tenggara. Bergerak ke arah dalam, menuju mulut gua yang arah barat laut, masih bisa ditemui lapisan batu gamping yang meloloskan air dari atas atap, biasa disebut Akifer, kemudian membentuk flowstone yang berbentuk seperti payung disebut Canopy. Tepat beberapa meter dari mulut gua yang langsung bertemu dengan aliran Ci Tarum, terdapat gypsum cristal (berbentuk seperti bunga matahari, bening, terletak di lantai gua).
Mulut gua yang menghadap arah timur, langsung bertemu dengan Ci Tarum lama. Bila mengikuti aliran ke hulu akan menemui titik bobolnya danau Bandung purba, yaitu diantara celah yang diapit oleh Pasir Kiara 732 m dan Puncak Larang 850 m menurut penelitian Budi Brahmantyo, Sampurno dan Bandono berjudul “Analisis Geomorfologi Perbukita Saguling-Sangiangtikoro: Pengeringan Danau Bandung Purba tidak Melalui Gua Sangiangtikoro”. Meskipun gua ini belum menjadi tujuan wisata, tetapi beberapa pegiat komunitas minat khusus menjadikan kawasan ini sebagai laboratorium ilmu. Selain masih menyimpan informasi sejarah pembentukan rupa bumi, juga menjadi saksi bisu peristiwa alam pembentukan dan bobolnya danau Bandung purba.