MEMANGKU NYANGKU DI PANJALU

PARA PEMANGKU PUSAKA RAJA GALUH DI BUMI ALIT
PARA PEMANGKU PUSAKA RAJA GALUH DI BUMI ALIT
MEMBAWA PUSAKA LELUHUR DI BUMI ALIT
MEMBAWA PUSAKA LELUHUR DI BUMI ALIT
WARGA MEMPERSIAPKAN RITUAL NYANGKU
WARGA MEMPERSIAPKAN RITUAL NYANGKU
PUSAKAN DIKAWAL DIBAWA KE SITU PANJALU
PUSAKAN DIKAWAL DIBAWA KE SITU PANJALU
GEMBYUNG BUHUN PANJALU
GEMBYUNG BUHUN PANJALU
PEMBAWA AIR PUSAKA DARI TUJUH MATA AIR
PEMBAWA AIR PUSAKA DARI TUJUH MATA AIR
ROMBONGAN MEMBAWA PUSAKA KE PULAU NUSA LARANG
ROMBONGAN MEMBAWA PUSAKA KE PULAU NUSA LARANG
PEDANG PENINGGALAN KERAJAAN GALUH
PEDANG PENINGGALAN KERAJAAN GALUH
PEDANG YANG DIYAKINI PENINGGALAN SAYIDDINA ALI
PEDANG YANG DIYAKINI PENINGGALAN SAYIDDINA ALI

Upacara yang selalu dilaksakan setiap tanggal 24 Mulud (Rabiul-Awal) dalam penanggalan Hijriah, di Desa Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Ritual ini adalah tradisi masyarakat untuk menghormati Raja Panjalu Borosora, yang mengenalkan Islam dalam ideologi pemerintahannya (Panjalu), peralihan dari Hindu di masa pemerintahan Bunisora. Upacara ini diungkapkan dalam bentuk pensucian kembali pusaka Galuh, diantaranya yang diyakini pedang pemberian Sayiddina Ali, Keris, Kujang, Tombak dan benda pusaka lainya, dengan cara dimandikan menggunakan Tirta Kahuripan disimpan dalam lodong (bambu) berisi air dari sembilan sumber air keramat dan bersejarah pada masa penyebaran Islam. Acara dimulai pagi hari, mengeluarkan pusaka dari Bumi Alit dengan cara digendong dan ditutupi oleh samping kebat (kain batik), kemudian diarak diringi Gembyung dan Shalawat, menuju Nusa Gede, Situ Panjalu, bagian dari napak tilas. rombongan kembali ke alun-alun Panjalu, ditutup dengan memandikan pusaka dan disimpan kembali ke Bumi Alit. ©2014 Deni Sugandi” width=”1000″ height=”662″ /> UPACARA NYANGKU DI PANJALU
Upacara yang selalu dilaksakan setiap tanggal 24 Mulud (Rabiul-Awal) dalam penanggalan Hijriah, di Desa Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Ritual ini adalah tradisi masyarakat untuk menghormati Raja Panjalu Borosora, yang mengenalkan Islam dalam ideologi pemerintahannya (Panjalu), peralihan dari Hindu di masa pemerintahan Bunisora. Upacara ini diungkapkan dalam bentuk pensucian kembali pusaka Galuh, diantaranya yang diyakini pedang pemberian Sayiddina Ali, Keris, Kujang, Tombak dan benda pusaka lainya, dengan cara dimandikan menggunakan Tirta Kahuripan disimpan dalam lodong (bambu) berisi air dari sembilan sumber air keramat dan bersejarah pada masa penyebaran Islam. Acara dimulai pagi hari, mengeluarkan pusaka dari Bumi Alit dengan cara digendong dan ditutupi oleh samping kebat (kain batik), kemudian diarak diringi Gembyung dan Shalawat, menuju Nusa Gede, Situ Panjalu, bagian dari napak tilas. rombongan kembali ke alun-alun Panjalu, ditutup dengan memandikan pusaka dan disimpan kembali ke Bumi Alit. ©2014 Deni Sugandi[/caption]

Upacara yang selalu dilaksakan setiap tanggal 24 Mulud (Rabiul-Awal) dalam penanggalan Hijriah, di Desa Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Ritual ini adalah tradisi masyarakat untuk menghormati Raja Panjalu Borosngora, yang mengenalkan Islam dalam ideologi pemerintahannya (Panjalu), peralihan dari Hindu di masa pemerintahan Bunisora. Upacara ini diungkapkan dalam bentuk pensucian kembali pusaka Galuh, diantaranya yang diyakini pedang pemberian Sayiddina Ali, Keris, Kujang, Tombak dan benda pusaka lainya, dengan cara dimandikan menggunakan Tirta Kahuripan disimpan dalam lodong (bambu) berisi air dari sembilan sumber air keramat dan bersejarah pada masa penyebaran Islam. Acara dimulai pagi hari, mengeluarkan pusaka dari Bumi Alit dengan cara digendong dan ditutupi oleh samping kebat bermotif batik(kain yang biasanya digunakan perempuan), kemudian diarak diringi Gembyung Panjalu dan Shalawat, menuju Nusa Gede, Situ Panjalu, bagian dari napak tilas.  Rombongan kembali ke alun-alun Panjalu, ditutup dengan memandikan pusaka di depan masyarakat, kemudian disimpan kembali di Bumi Alit.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *