Seni tradisi masyarakat agraris, di sebelah utara Kabupaten Ciamis, berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Seni tradisi berbentuk rupa raksasa dari Bhuana Peteng, menggunakan bahan dari bubuai dan ijuk (lidi dan serabut pohon nira) yang diambil dari hutan, dipergunakan seperlunya untuk ritual. Bentuk budaya tolak bala ini hadir pada masa kolonial, kemungkinan dihadirkan untuk menyambut hari lahir ratu Belanda. Diciptakan oleh masyarakat Ciamis utara, bagian dari wilayah Desa Sukamantri, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, dahulu disebut Tawang Gantung. Orang yang berkuasa diwilayah Tawang Gantungan pada waktu itu adalah Prabu Sampulur, yang dikenal sakti dan juga cerdik. Untuk menjaga didaerah tersebut dari orang yang punya niat jahat, dibuatlah topeng-topeng dari kulit kayu yang dibuat sedemikian rupa menyerupai wajah yang menyeramkan. Rambutnya terbuat dari ijuk kawung (Aren) yang terurai panjang kebawah, dilengkapi atribut mahkota dari kembang bubuay dan daun Waregu yang tersusun rapi diatas kepala topeng, dihiasi kembang hahapaan dan daun pipicisan. Atribut tersebut diambil dari tanaman liar yang tumbuh subur di daerah tawang gantungan, selintas biasa saja atribut yang dipasang di topeng tersebut, padahal beberapa atribut ternyata memilliki atau mengandung filosofi kehidupan yang sangat dalam.
Prabu Sampulur selalu menyerahkan daun Waregu Pancawarna dan kembang bubuay. Daun Waregu Pancawarna bukan berarti setiap helai daunnya warna-warni, melainkan hanya simbol kebaikan atau kebahagiaan. Sedangkan bunga yang keluar dari pohon sejenis rotan yang disebut bubuay itu ternyata mengandung filosofi kehidupan yang sangat berarti, dilihat dari bentuk bunga yang tersusun rapi berurutan, sebagai simbol runtut raut, sauyunan (kebersamaan), silih asah, silih asih, silih asuh, stiap helai bunganya menempel kuat di manggarnya (tangkainya). Kuatnya kebersamaan secara turun temurun tidak akan lepas dari pecah.
Selanjutnya topeng-topeng kulit kayu yang dibuat oleh Prabu Sampulur dipasang dipohon-pohon besar yang ada disekitar Tawang Gantungan konon, karena kesaktiannya bila ada orang yang berniat jahat melihat topeng tersebut seolah-olah melihat makhluk tinggi besar menyeramkan dan membuat takut orang itu.
Prabu Sampulur didatangi 2 orang pendatang ke tempat tersebut (Tawang Gantungan), orang itu bernama Sanca Manik dan Sanca Ronggeng, prabu sampulur sendiri mempunyai 17 orang yang bisa dipercaya dan bisa membantu termasuk Sanca Manik dan Sanca Ronggeng.
Kehidupan ditempat tersebut hanya bertani alakadarnya, bisa saja, dan berburu hewan apapun yang kiranya bisa dimakan. Sanca Ronggeng selalu menari-nari kegirangan bila mereka mendapatkan hewan buruan dan diikuti oleh yang lainnya sebagai ungkapan rasa gembira, senang. Karena keseringan melihat gerakan Sanca Ronggeng menari itu Prabu Sampulur teringat topeng yang dipasang dipohon dan Sanca Ronggeng adalah orang pertama yang memeakai topeng dan atributnya. Semenjak itu setiap mendapatkan hasil buruan mereka selalu menari memadukan jurus-jurus beladiri & tarian sambil memakai topeng. Diantara mereka, Sanca Ronggenglah yang paling lihai menari dan mengajarkan 7 gerakan tari yang juga dipadukan dengan jurus beladiri, kepada orang-orang disekitarnya. ©2013 Deni Sugandi
Leave a Reply