Menggunjing Fujifilm

DSCF8995 Pota Tano SumbawaKeluarga mengadu nasib di tepian dermaga Sape, NTB

DSCF7552 Pulau RincaHewan purba melata di Rinca, TN Komodo, NTT

DSCF6047Bocah membelah pagi di desa nelayan Batu Putih, Alor Utara, NTT

DSCF5269 Labuan BajoSenja kala di Labuan Bajo, NTT

DSCF4822 Masjid Bayan LombokMenjaga adat di desa kaum Sasak, Senaru, NTB

DSCF4305Endapan Samalas purba di Lombok Utara, NTB

DSCF4071Tubuh gunung api purba, Labuan Bajo, NTT

DSCF3756 Sano NggoangEndapan batuan beku di danau vulkanik Sano Nggoang, NTT

DSCF3588Lumbung padi di Cancar Ruteng, NTT

DSCF3210 Sape NTBPeraduan nelayan di dermaga Sape, NTB

DSCF2262Bayangan Sangeang Api, Sape, NTT

DSCF1921Pulo Bajo, Sape, NTT

DSCF1312Nelayan menyambut pagi di Sape, NTB

DSCF0696Bingkai merah putih di dermaga Sape, NTT

DSCF0558 Aimere NgadaBayangan penumpang menjelang merapat di Aimere, Ngada, NTT

Saya berkesempatan menggunakan kamera seri X, dalam perjalanan satu bulan, menempuh 3700 km menggunakan motor enduro. Perjalanan dimulai sejak 1 hingga 30 Mei, menyambangi Bali, Nusa Tenggara hingga Timor Timur, perbatasan Republik Indonesia dengan Republik Demokrat Timor Leste.

Selama perjalanan “touring” saya menggunakan seluruhnya kamera Fujifilm X-T1, dengan dua lensa zoom, 10-24 mm dan 50-200 mm Fujinon XF. Dua lensa tersebut bagi saya lebih dari cukup, selain membingkai super lebar, hingga ke tele di 200 mm, ekivalen dengan 83 ke 300mm. Dengan lensa lebar yang ekivalen dengan 15-35 mm di full frame, saya bisa meraup pemandangan rangkaian gunung api di sepanjang pelayaran Labuan Bajo hingga Rinca. Di Dermaga Sape, lensa 50-200 mm mampu membingkai bayangan siluet nelayan yang sedang merapat di pelabuhan. Cahaya lembayung begitu baik direkam, termasuk fitur pembacaan pencahayaan yang sulit, antara kontras terang-gelap, masih didapati detail di area gelap.

Di pasar ikan Koka, NTT, dengan mudah saya memaninkan lcd flip, sehingga nelayan tidak begitu terganggu ketika saya foto. Bentuk kamera yang mungil, memberikan kelebihan mendekatkan saya dengan subyek (orang) tanpa merasa terganggu. Begitu juga ketika saya memotret reptil purba di pulau Rinca. Dengan menggunakan fitur flip lcd, dengan mudah membingkai komposisi, tanpa harus khawatir dengan kondisi lingkungan sekitar. Menurut pemandu, Komodo sangat agresif bila terganggu, tetapi saya sangat beruntung menggunakan seri X, karena bisa memotret datar dengan arah pandang mata Komodo.

Seluruhnya saya sangat puas menggunakan kamera seri X, karena sebelumnya beban tas saya bisa lebih dari 20 kilogram! Itupun dalam kondisi teringan, karena memuat dua body DSLR dan dua lensa. Dengan seri X saya bisa bergerak bebas, cukup menggunakna kamera jenis tas pinggang, sehingga tidak direpotkan dengan beban berat.

Di review beberapa blog dan profesional, seri X termasuk kamera yang boros batere, dan fokus yang lambat. Namun saya bisa mengakali dengan membawa 4 batere untuk pemotretan satu hari. Untuk urusan fokus, saya menemukan cara terbaik untuk mengakali kekuarangn kamera ini, yaitu dengan teknik pre-fokus.

Untuk ketahanan, saya sangat terkesan dengan kamera ini, karena dalam seluruh perjalanan 30 hari, kamera saya bawa di tas pinggang, yang berhadapan langsung dengan cuaca terik di Maumere-Larantuka, hingga hujan deras di dataran tinggi Ruteng. Semuanya berfungsi baik, tanpa masalah. Sekali lagi saya sangat terkesen dengan kamera seri X Fujifilm, selain ringan, bisa diandalkan, weather proof, juga fitur yang bisa diatur di sesuaikan keinginan saya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *