MEMBUKA DIRI DI LEUWEUNG TUTUPAN

MEMANJATKAN NIAT DI LEWEUNG TUTUPAN KAMPUNG KUTA
MEMANJATKAN NIAT DI LEWEUNG TUTUPAN KAMPUNG KUTA
MEMBERSIHKAN DIRI DILEWEUNG TUTUPAN KAMPUNG KUTA
MEMBERSIHKAN DIRI DILEWEUNG TUTUPAN KAMPUNG KUTA

JURU PELIHARA MEMANJATKAN DOA DI LEWEUNG TUTUPAN KAMPUNG KUTA
JURU PELIHARA MEMANJATKAN DOA DI LEWEUNG TUTUPAN KAMPUNG KUTA
Langkahnya lincah, menggeliat dipematang sawah, tanpa jeda menapaki setiap jengkal, seakan-akan kaki itu mempunyai mata yang tahu harus kemana meraba jalan setapak. Hanya guman yang sekejap dilarutkan angin pagi, seakan ia merangkai kata-kata sapaan alam semesta, saya datang hendak menunaikan doa hari ini. Selepas gerbang Larangan Leuweung Karamat berbunyi untuk tidak menggunakan alas kaki, menjaga kebersihan, dilarang membawa perhiasan dan tas, meludah, mengganggu hewan dan membawa sesuatu dari dalam hutan, maka semua pembuat nyaman langkah itu diparkir dirak yang tampak telah kehilngan fungsinya karena tidak terawat. Instruksi itu datang dari Mariono (70 tahun), juru pelihara Leweung Tutupan Dusun Kuta, Desa Karangpaninggal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis.

Aturan yang perlu dituruti, bilamana dilanggar niscaya mendapatkan petaka, rupanya kamipun menuruti, meskipun informasi “pamali” tidak lagi menjadi bagian hidup masyarakat yang tinggal di kota. Tabu menjadi dongeng jaman yang kian tenggelam oleh budaya global, bahwa hantu pun menjadi selebritis. Tabu inilah yang mengantarkan dusun Kuta dianugerahi Kalpataru, karena telah berhasil mempertahankan hutan dengan luas 40 hektar. Mariono berujar bahwa hutan merupakan titipan, melanjutkan tugas dari leluhur, bahwa Raja Galuh memerintahkan untuk menjaga hutan dari kemusnahan, karena hutan ini kelak menjadi penyangga kerajaan Galuh. Amanat ini menjadi pegangan warga dusun Kuta hingga kini, telah membuktikan bahwa kearifan budaya menuntuk pada kebaikan.
Tua membawa yang muda, yang muda mengiri yang tua, rombongan tersebut mengalir mengikuti langkah Mariono. Sebagian berusaha menenangkan diri setelah bebera kali terpeleset, karena berhati-hati memilih jalan. Tampaknya ia dari kota, terlihat dari penampilannya layaknya masyarakat yang telah kompromi dengan kapitalisme. Dari raut mukanya seakan ia hendak berbicara betapa meringisnya kaki setiap melangkah. Namun lirihnya lenyap ketika setengah perjalanan, hutan lebat menyambutnya hanya hari tertentu saja.

Satu minggu sekali, setiap jumat juru pelihara ini menjadi media untuk berkomunikasi, mengantarkan keinginan, melalui titipan doa Mariono. Dalam perjalanan menuju tempat doa, semua pengunjung diwajibkan untuk membersihkan dirinya dengan cara berwudu di aliran sungai kecil. “silahkan untuk mengambil daun sawen, pilihlah yantua, biarkan yang muda tumbuh” seru Mariono pada rombongan. Rupanya daun ini menjadi media pengingat yang akan dibawa kembali, dan biasanya dipasang di depan pintu rumah sebagai tolak bala. Hutan telah memberikan manfaatnya, bila masyarakat sekitarnya menghargainya, maka air dan habitat fauna tetap menempati sebagai mana mestinya-inilah disebut keseimbangan alam. Jauh sebelum gerakan global warming dihembuskan barat, leluhur kita lebih bijaksana pada alam. ©2013 Deni Sugandi

One response to “MEMBUKA DIRI DI LEUWEUNG TUTUPAN”

  1. Arun Avatar
    Arun

    Saya lihat gambar ,beliau macam kuat semangat rohaninya.
    Kalau saya jumpa beliau minta bantuan sedikit (tambah nasib) supaya memudahkan kesusahan saya yang sangat ini.
    Adakah tuan kenal si pawang sakti ini. Bolehkah saya mendapatkan pertolongan nya?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *